Saturday, May 21, 2016

Sejarah Singkat Kabupaten Langkat

8:34 AM

Nama Resmi : Kabupaten Langkat
Ibukota : Stabat
Luas Wilayah: 6.272 km²
Jumlah Penduduk:  902.986 jiwa (2000)
Wilayah Administrasi:Kecamatan : 13
Bupati :  Ngogesa Sitepu
Wakil Bupati: Budiono
Alamat Kantor: Jl. T. Amir Hamzah No.1 Stabat
Langkat sebelumnya merupakan bawahan Kesultanan Aceh  sampai awal abad 19, wilayahnya terbentang antara aliran Sungai Seruwai atau daerah Tamiang sampai ke daerah aliran anak Sungai Wampu. Terdapat sebuah sungai lainnya di antara kedua sungai ini yaitu Sungai Batang Serangan yang merupakan jalur pusat kegiatan nelayan dan perdagangan penduduk setempat dengan luar negeri terutama ke Penang/Malaysia. Sungai Batang Serangan ketika bertemu dengan Sungai Wampu, namanya kemudian menjadi Sungai Langkat. Kedua sungai tersebut masing-masing bermuara di Kuala langkat dan Tapak Kuda.
Adapun kata “Langkat” yang kemudian menjadi nama daerah ini berasal dari nama sejenis pohon yang dikenal oleh penduduk Melayu setempat dengan sebutan “pohon langkat”. Dahulu kala pohon langkat banyak tumbuh di sekitar Sungai Langkat tersebut. Jenis pohon ini sekarang sudah langka dan hanya dijumpai di hutan-hutan pedalaman daerah Langkat. Pohon ini menyerupai pohon langsat, tetapi rasa buahnya pahit dan kelat. Oleh karena pusat kerajaan Langkat berada di sekitar Sungai Langkat, maka kerajaan ini akhirnya populer dengan nama Kerajaan Langkat.
Tentang asal mula Kerajaan Langkat berdasarkan tambo Langkat mengatakan bahwa nama leluhur dinasti Langkat yang terjauh diketahui ialah Dewa Syahdan yang hidup kira-kira tahun 1500 sampai 1580. berikut daftar nama raja-raja langkat :
  • 1568-1580 : Panglima Dewa Shahdan
  • 1580-1612 : Panglima Dewa Sakti, anak raja sebelumnya
  • 1612-1673 : Raja Kahar bin Panglima Dewa Sakdi, anak raja sebelumnya
  • 1673-1750 : Bendahara Raja Badiuzzaman bin Raja Kahar, anak raja sebelumnya
  • 1750-1818 : Raja Kejuruan Hitam (Tuah Hitam) bin Bendahara Raja Badiuzzaman, anak raja sebelumnya
  • 1818-1840 : Raja Ahmad bin Raja Indra Bungsu, keponakan raja sebelumnya
  • 1840-1893 : Tuanku Sultan Haji Musa al-Khalid al-Mahadiah Muazzam Shah (Tengku Ngah) bin Raja Ahmad, anak raja sebelumnya
  • 1893-1927 : Tuanku Sultan Abdul Aziz Abdul Jalil Rakhmat Shah bin Sultan Haji Musa, anak raja sebelumnya
  • 1927-1948 : Tuanku Sultan Mahmud Abdul Jalil Rakhmat Shah bin Sultan Abdul Aziz, anak raja sebelumnya
  • 1948-1990 : Tengku Atha’ar bin Sultan Mahmud Abdul Jalil Rahmad Shah, anak raja sebelumnya, sebagai pemimpin keluarga kerajaan
  • 1990-1999 : Tengku Mustafa Kamal Pasha bin Sultan Mahmud Abdul Jalil Rahmad Shah, saudara raja sebelumnya
  • 1999-2001 : Tengku Dr Herman Shah bin Tengku Kamil, cucu Sultan Abdul Aziz Abdul Jalil Rahmad Shah
  • 2001-2003 : Tuanku Sultan Iskandar Hilali Abdul Jalil Rahmad Shah al-Haj bin Tengku Murad Aziz, cucu Sultan Abdul Aziz Abdul Jalil Rahmad Shah, gelar Sultan dipakai kembali
  • 2003- : Tuanku Sultan Azwar Abdul Jalil Rahmad Shah al-Haj bin Tengku Maimun, cucu Sultan Abdul Aziz Abdul Jalil Rahmad Shah
Berpedoman kepada tradisi dan kebiasaan masyarakat Melayu Langkat, maka dapatlah ditetapkan kapan Raja Kahar mendirikan Kota Dalam yang merupakan cikal bakal Kerajaan Langkat kemudian hari. Setelah menelusuri beberapa sumber dan dilakukan perhitungan, maka Raja Kahar mendirikan kerajaannya bertepatan tanggal 12 Rabiul Awal 1163 H, atau tanggal 17 Januari 1750. Melalui seminar yang berlangsung di Stabat, pada tanggal 20 Juli 1994 atas kerjasama Tim Pemkab Langkat dengan sejumlah pakar dari jurusan sejarah Fakultas Sastra USU, maka dapat menentukan Hari Jadi Kabupaten Langkat yaitu 17 Januari 1750.
Pada masa Pemerintahan Belanda, Kabupaten Langkat masih berstatus keresidenan dan kesultanan (kerajaan) dengan pimpinan pemerintahan yang disebut Residen dan berkedudukan di Binjai dengan Residennya Morry Agesten. Residen mempunyai wewenang mendampingi Sultan Langkat di bidang orang-orang asing saja sedangkan bagi orang-orang asli (pribumi) berada di tangan pemerintahan kesultanan Langkat. Kesultanan Langkat berturut-turut dijabat oleh :
  1. Sultan Haji Musa Almahadamsyah 1865-1892
  2. Sultan Tengku Abdul Aziz Abdul Jalik Rakhmatsyah 1893-1927
  3. Sultan Mahmud 1927-1945/46
Dibawah pemerintahan Kesultanan dan Assisten Residen struktur pemerintahan disebut LUHAK dan dibawah luhak disebut Kejuruan (Raja kecil) dan Distrik, secara berjenjang disebut Penghulu Balai (Raja kecil Karo) yang berada didesa. Pemerintahan luhak dipimpin seorang Pangeran, Pemerintahan Kejuruan dipimpin seorang Datuk, Pemerintahan Distrik dipimpin seorang kepala Distrik, dan untuk jabatan kepala kejuruan/Datuk harus dipegang oleh penduduk asli yang pernah menjadi raja di daerahnya.
Pemerintahan Kesultanan di Langkat dibagi atas 3 (tiga) kepala Luhak
  1. Luhak Langkat Hulu, yang berkedudukan di Binjai dipimpin oleh T.Pangeran Adil. Wilayah ini terdiri dari 3 Kejuruan dan 2 Distrik yaitu :
    • Kejuruan Selesai
    • Kejuruan Bahorok
    • Kejuruan Sei Bingai
    • Distrik Kwala
    • Distrik Salapian
  2. Luhak Langkat Hilir, yang berkedudukan di Tanjung Pura dipimpin oleh Pangeran Tengku Jambak/T.Pangeran Ahmad. Wilayah ini mempunyai 2 kejuruan dan 4 distrik yaitu :
    • Kejuruan Stabat
    • Kejuruan Bingei
    • Distrik Secanggang
    • Distrik Padang Tualang
    • Distrik Cempa
    • Distrik Pantai Cermin
  3. Luhak Teluk Haru, berkedudukan di Pangkalan Berandan dipimpin oleh Pangeran Tumenggung (Tengku Djakfar). Wilayah ini terdiri dari satu kejuruan dan dua distrik.
    • Kejuruan Besitang meliputi Langkat Tamiang dan Salahaji.
    • Distrik Pulau Kampai
    • Distrik Sei Lepan
Awal 1942, kekuasaan pemerintah Kolonial Belanda beralih ke Pemerintahan jepang, namun sistem pemerintahan tidak mengalami perubahan, hanya sebutan Keresidenan berubah menjadi SYU, yang dipimpin oleh Syucokan. Afdeling diganti dengan Bunsyu dipimpin oleh Bunsyuco Kekuasaan Jepang ini berakhir pada saat kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17-08-1945.
Pada awal kemerdekaan Republik Indonesia, Sumatera dipimpin oleh seorang Gubernur yaitu Mr.T.M.Hasan, sedangkan Kabupaten Langkat tetap dengan status keresidenan dengan asisten residennya atau kepala pemerintahannya dijabat oleh Tengku Amir Hamzah, yang kemudian diganti oleh Adnan Nur Lubis dengan sebutan Bupati.
Pada tahun 1947-1949, terjadi agresi militer Belanda I, dan II, dan Kabupaten Langkat terbagi dua, yaitu Pemerintahan Negara Sumatera Timur (NST) yang berkedudukan di Binjai dengan kepala Pemerintahannya Wan Umaruddin dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedudukan di Pangkalan Berandan, dipimpin oleh Tengku Ubaidulah.
Berdasarkan PP No.7 Tahun 1956 secara administratif Kabupaten Langkat menjadi daerah otonom yang berhak mengatur rumah tangganya sendiri dengan kepala daerahnya (Bupati) Netap Bukit.
Mengingat luas Kabupaten Langkat, maka Kabupaten Langkat dibagi menjadi 3 (tiga) kewedanan yaitu :
  1. Kewedanan Langkat Hulu berkedudukan di Binjai
  2. Kewedanan Langkat Hilir berkedudukan di Tanjung Pura
  3. Kewedanan Teluk Haru berkedudukan di Pangkalan Berandan.
Pada tahun 1963 wilayah kewedanan dihapus sedangkan tugas-tugas administrasi pemerintahan langsung dibawah Bupati serta Assiten Wedana (Camat) sebagai perangkat akhir.
Pada tahun 1965-1966 jabatan Bupati Kdh. Tingkat II Langkat dipegang oleh seorang Care Taher (Pak Wongso) dan selanjutnya oleh Sutikno yang pada waktu itu sebagai Dan Dim 0202 Langkat. Dan secara berturut-turut jabatan Bupati Kdh. Tingkat II Langkat dijabat oleh:
  1. T. Ismail Aswhin 1967 – 1974
  2. HM. Iscad Idris 1974 – 1979
  3. R. Mulyadi 1979 – 1984
  4. H. Marzuki Erman 1984 – 1989
  5. H. Zulfirman Siregar 1989 – 1994
  6. Drs. H. Zulkifli Harahap 1994 – 1998
  7. H. Abdul Wahab Dalimunthe, SH 3-9-1998 s/d 20-2-1999
  8. H. Syamsul Arifin, SE 1999-2009
  9. Ngogesa Sitepu : 2009 s/d sekarang
Motto : ”Bersatu Sekata Berpadu Berjaya”

sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Langkat

0 komentar